Thursday, August 20, 2009

BELAJAR DARI ANAK KECIL


Kemarin pagi aku diminta istriku untuk mendokumentasikan perlombaan dan pertandingan yang akan diadakan disekolah anak laki-laki bungsuku, Rafif. Sebenarnya aku malas melakukannya karena hari itu aku akan pergi ke kantor di Jakarta untuk mengikuti meeting mingguan yang sering kami sebut Majelis Selasa-an. Namun istriku sedikit memaksa, karena kebetulan kamera poket yang kuberikan sedikit bermasalah.

Rafif bersekolah di TK. Islam Ibnu Hajar yang terletak di jalan Padjajaran-Bogor. Selain berkonsep islami, TK ini juga separoh bernuansa alam. Halaman sekolahnya ditanami pohon-pohon yang masing-masing di beri nama supaya anak-anak tahu itu pohon apa. Disamping pohon yang sengaja ditanam, ada juga pohon yang mungkin sebelum sekolah ini berdiri sudah tumbuh lebih dahulu, misalnya dua pohon beringin, satu pohon salam dan beberapa pohon cemara. Pohon-pohon ini menjulang besar dan kokoh, memayungi halaman bermain anak-anak yang terletak di depan kelas mereka sehingga menciptakan suasana teduh dan sejuk.

Jam 7.15 aku berangkat dari rumah bersama Rafif untuk menuju sekolahnya, dan seperti biasa setiap aku libur dia selalu minta diantar dengan sepeda motor. Jarak rumahku ke sekolahnya lumayan jauh, sekitar 7 kilo meter-an dan butuh waktu 15 menit sampai ke sana. Istriku menyusul kami dari belakang, dia mengandarai mobil karena nantinya aku akan pulang lebih awal sebelum perlombaan dan pertandingan tersebut usai karena harus hadir di kantor sebelum jam 1 siang ini.

Jam 8.30 perlombaan dan pertandingan di mulai setelah sebelumnya anak-anak belajar di kelas selama 1 jam. Mereka berhamburan keluar kelas sambil tertawa senang dan berlari-lari menuju rak sepatu. Rafifpun demikian, dia kelihatan sangat bersemangat dan gembira karena tidak harus duduk di dalam kelas untuk belajar. Anakku memang tidak begitu suka duduk berlama-lama untuk mendengarkan gurunya mengajarkan doa dan bernyanyi, satu-dua pelajaran yang dia suka adalah bila harus memperagakan gerakan seekor kucing atau belajar menggambar mobil.

Perlombaan pertama adalah lomba makan kerupuk. Sepuluh atau dua belas kerupuk digantung dengan tali rafia diantara 2 pohon cemara. Kerupuk-kerupuk itu menjuntai-juntai melayang ditiup angin. Anak-anak yang mengikuti lomba ini telah dibariskan mengikuti jajaran kerupuk yang bergantungan tersebut, masing-masing menghadapi satu kerupuk.

Babak pertama diikuti oleh anak laki-laki. Rafif tidak ketinggalan untuk ikut dalam perlombaan ini. Tadi, sebelum perlombaan dimulai dia telah meminta dua kerupuk kepada ibu gurunya. Bukan untuk latihan tetapi dia memang sangat doyan makan kerupuk, apalagi kerupuk Palembang buatan Suwandi. Dan satu kerupuk sudah tentu tidaklah cukup untuk memuaskan hasratnya, begitu habis dia langsung meminta tambahan satu lagi.

Mulaiiiii !!!! ibu guru memberikan aba-aba kepada pada anak-anak untuk segera berlomba menghabiskan kerupuk yang bergantungan. Bungsuku itu dengan cepat melahap kerupuk yang berada di depannya. Saat kerupuk milik kawannya baru habis seperempat, kerupuknya sudah tinggal setengah. Rafif pasti menang pikirku. Tidak sia-sia setiap hari dia makan kerupuk.

Ternyata sisa kerupuk yang setengah tersebut tidak bisa lagi dijangkau dengan mulutnya karena terlalu tinggi, apalagi selalu melayang ditiup angin. Sudah kelihatan dia mulai capek dan frustasi karena kerupuk tesebut selalu menghindar dari gigitannya. Dan haap !! Kerupuk tersebut diraihnya dengan tangan dan disentakkannya. Dapat ! Rafif melanjutkan perlombaan dengan memakan kerupuk yang berada digenggaman tangan kanannya. Habiissss ...teriaknya kuat. Dan sudah pasti walaupun dia yang pertama menghabiskan kerupuk, ibu guru mendiskualifikasi kemenangannya.

Babak kedua perlombaan ini diikuti oleh anak-anak putri. Mereka kelihatan tidak sebegitu semangat para anak laki-laki tadi. Mungkin mereka tidak begitu doyan makan kerupuk dan mengharapkan kalau yang dilombakan ini adalah makan sosis saja atau makan coklat.

Saat ibu guru selesai memberi aba-aba, para murid putri ini segera memulai menggigit kerupuk yang berada di depan mereka masing-masing. Perlombaan berjalan lamban, tidak seramai lomba anak laki-laki. Ada yang baru satu gigitan sudah meninggalkan arena, dan malahan ada yang tidak mau menggigit kerupuknya sama sekali dan hanya berdiri memperhatikan kawan-kawannya bersusah payah menuntaskan perlombaan.

Diantara sepuluh atau dua belas peserta ini aku sempat melihat dua orang peserta yang saling membantu untuk memegangkan kerupuk kawannya supaya tidak lari saat hendak digigit. Mereka saling membantu dan tertawa lucu. Sama sekali tidak nampak suasa kompetisi diantaranya padahal mereka sama-sama sedang mengikuti lomba untuk memperebutkan predikat pemenang.

Aku tersenyum geli dan langsung teringat dengan proses pemilihan Presiden yang baru saja selesai kita lakukan bulan yang lalu, tersenyum geli saat melihat sikap para Capres dan Cawapres yang dinyatakan kalah pada keputusan MK kemarin. Sikap salah satu calon Capres yang belum juga mau mengakui kekalahannya, apalagi memberi ucapan selamat kepada pemenang – Presiden terpilih.

Jika memberi ucapan selamat saja yang mudah untuk dilakukan tidak juga dilaksanakan, apalagi keinginan untuk membantu Presiden terpilih memajukan bangsa ini. Menyumbang gagasan dan pikiran yang dikeluarkannya selama masa berkampanye, memberikan ide-ide hebatnya kepada pemenang untuk bisa diimplementasikan walaupun dia sendiri tidak terpilih menjadi Presiden bangsa ini. Supaya bangsa dan negara ini maju, supaya anak-anak bangsa lebih bangga bisa bekerja membangun negaranya sendiri dari pada bekerja di negara tetangga yang justru sering melecehkan dengan kita sadari. Terus terang rasa keras kepala saya belum bisa terima bagaimana mungkin ada anak bangsa yang bisa berbangga kerja di negara yang melecehkan bangsanya sendiri demi mengejar materi yang mungkin bisa didapatkan lebih banyak. Bagi saya negara dan bangsa tidak ubahnya adalah seorang bapak, maka bila bapak saya dihina tetangga, pasti saya akan marah dan membela, dan sangat tidak mungkin saya mau bekerja dengan tetangga sialan tersebut. Entahlah !

Di berita tadi pagipun, sang Capres yang kalah tersebut belum juga mau memberikan ucapan selamat, entah apalagi yang ditunggunya. Bukankah ucapan selamat yang diberikan malah akan membuatnya semakin terhormat. Apakah hanya karena merasa dicurangi saat berlangsungnya proses pemilihan umum ?

Terlepas dari alasan-alasan yang ada, dibutuhkan jiwa besar jika ingin menjadi pemimpin yang besar. Tidak pernah ada pemimimpin besar yang memiliki jiwa kecil. Betapa beratnya perjuangan nabi Muhammad SAW dalam menegakkan Islam karena ada phase yang mengharuskan terjadinya peperangan yang sangat dahsyat dan mengharuskan beliau kehilangan orang-orang yang sangat dicintainya. Paman beliau, Syaidina Hamzah harus wafat dalam perang Uhud karena di tombak oleh seorang budak dari belakang dan kemudian mayatnya dirusak oleh Hindun, istri Abu Sofyan yang bahkan mengunyah-ngunyah hati Syaidina Hamzah untuk membalaskan dendam atas kematian ayahnya dalam perang Badar.

Namun adakah Nabi Muhammad memiliki dendam? Ternyata tidak! Bahkan beliau selalu menasehati para sahabat bahwa perang yang dilakukan adalah semata-mata karena Allah, untuk menegakkan agama Allah dan bukan perang untuk membalas dendam atas kematian orang yang dicintai. Nabi sangat melarang para sahabat yang akan berangkat ke medan perang karena rasa dendam, beliau selalu menyampaikan bahwa syahid itu hanya karena menegakkan agama Allah semata. Sehingga terhadap anak-anak dan wanita musuh, beliau tidak membenarkan untuk membunuhnya, juga kepada musuh yang telah menyerah.

Kepada yang beragama lainpun beliau memberikan perlindungan karena Islam adalah agama yang membawa perdamaian, bukan agama yang ditegakkan dengan pedang dan kekerasan. Beliau mengizinkan terjadinya perdagangan yang saling menguntungkan dan melakukan kerja sama selagi tidak mencampur adukkannya dengan masalah Tauhid. Bukankah dalam surat Al Kafirun ayat 6 di tegaskan bahwa “ Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku”.

Lalu kenapa yang banyak terjadi di republik ini adalah saling caci maki dan merasa benar sendiri? Saling merasa pintar padahal belum pernah ada buktinya. Senang menghabiskan waktu untuk berdebat daripada mewujudkan sesuatu yang berguna untuk bangsa dan negara ini. Bukankah menurut Mario Teguh tidak ada yang seratus persen benar dan tidak ada juga yang seratus persen salah. Sehingga kenapa tidak menyatukan yang benarnya saja dan meninggalkan yang salahnya. Bukankah yang demikian jauh lebih bermanfaat ? Kenapa tidak saling membantu untuk sebuah keinginan yang besar dan baik padahal Al Quran telah menjelaskannya dalam surat Al-maidah ayat 2 yang berbunyi “Saling bertolong-tolonganlah dalam kebaikan (dalam mengerjakan yang dititahkan) dan ketakwaan (dengan meninggalkan apa-apa yang dilarang) dan janganlah kamu bertolong-tolongan dalam berbuat dosa (atau maksiat) dan pelanggaran (artinya melampaui batas-batas ajaran Allah)”

Kedua peserta lomba makan kerupuk telah menghabiskan kerupuknya dengan tetap sambil tertawa riang. Menang kelihatannya bukanlah tujuan akhir mereka, mereka hanya ingin saling membantu supaya bisa menghabiskan kerupuk-kerupuk tersebut. Membantu mewujudkan tujuan mereka berdiri diantara dua pohon cemara,.....memakan kerupuk sampai habis.

Bogor, 18 Agustus 2009

APAKAH TUHAN TIDAK ADIL?


Barusan saja saya, anak dan istri ikut perlombaan yang diadakan di lingkungan tempat tinggal kami di Bogor dalam rangka memeriahkan HUT RI yang ke 64. Acara yang diikuti oleh warga beberapa cluster tersebut berlangsung cukup meriah. Hampir sebagian besar warga antusias mengikuti perlombaan dan pertandingan tersebut. Anak-anak, orang tua dan bahkan ada satu-dua orang yang sudah manulapun ikut berpartisipasi dengan hadir untuk ikut menonton. Mungkin manula tersebut ingin bernostalgia dengan keramaian pesta 17-an saat mereka masih muda, atau mungkin malah ingin mengenang kembali saat-saat heroik mereka yang ikut berteriak merdeka dengan kepalan tangan dan tubuh yang berlumur darah. Mereka tampak begitu senang dan selalu tersenyum.

Anak pertamaku mengikuti perlombaan makan kurupuk, begitu panitia memberi aba-aba, ia bersama temannya yang lain segera bercepat untuk menghabiskan kerupuk yang digantung pada tali tersebut. Kruk...kruk..kruk...mereka makan dengan mulut yang menganga lebar. Aku tersenyum, untung di bogor tidak ada kerupuk batok seperti di Palembang. Bisa dibayangkan bila panitia menggantungkan kerupuk batok untuk lomba makan kerupuk , jam berapa mereka akan bisa menghabiskan kerupuk tersebut. Kerupuk yang keras dan lebar tesebut,saat dimakan dalam keadaan tidak lomba saja bisa membuat mulut pegel dan linu. Aku biasanya memakan kerupuk tersebut dengan cuka pem-pek supaya menjadi lunak dan sedikit berasa pedas.

Pluit tanda waktu telah habis berbunyi. Panitia mencatat pemenang pertama sampai tiga untuk dilombakan lagi di sesi berikutnya. Anakku kalah. Kerupuknya habis tidak sampai setengah. Sejak pertama ikut perlombaan makan kerupuk tiga tahun yang lalu di Palembang, belum pernah satu kalipun dia menang, padahal setiap kami makan kerupuk adalah menu wajib yang harus tersedia.

Perlombaan berikutnya adalah lomba menangkap ikan. Kali ini anak laki-laki bungsuku ikut berpartisipasi. Bocah berusia 4 tahun ini begitu semangat untuk ikut lomba. Sejak perlombaan belum dimulai matanya tidak pernah lepas dari kolam karet yang sudah diisi ikan-ikan kecil, entah ikan apa. Rafif, anak laki-lakiku itu begitu senang dengan ikan. Bukan senang untuk memeliharanya, tetapi hanya senang untuk menangkap dan kemudian memencetnya sampai mati. Saat masih tinggal di Palembang, hampir setiap minggu aku harus mengganti ikan di kolam taman rumah karena selalu ditangkap dan dipencetnya.

Menghadapi lawan yang berusia lebih tua 3 sampai 5 tahun darinya sudah pasti dia ketinggalan. Apa lagi tubuh bongsornya menyulitkannya untuk leluasa bergerak. Biarpun banyak ikan yang berenang di sekitar tangannya, hanya satu saja yang berhasil dia tangkap sejak tadi, itupun ikan yang sudah lemas karena mungkin pernah terinjak oleh kaki peserta. Begitu waktu dinyatakan habis dan dari sepuluh peserta yang ikut, hanya anakku satu-satunya peserta yang hanya berhasil menangkap satu ikan saja. Saat melihat peserta yang lain memperoleh lebih dari 5 ikan, Rafif langsung protes, dia tidak terima waktu perlombaan telah dihentikan sebelum dia berhasil menangkap ikan yang sama banyak dengan teman-temannya yang lain. Mukanya memerah, giginya beradu karena geram, mimiknya menandakan bahwa ia sangat kecewa dan emosi. Rafif tidak terima dengan keputusan panitia yang memintanya untuk berhenti padahal ia masih mengumpulkan ikan yang hanya satu saja. Baginya keadilan itu adalah mendapatkan jumlah ikan yang sama banyak. Saat panitia seddang menghitung ikan-ikan yang ditangkap, Rafif kembali menceburkan diri kedalam kolam tersebut, byurrr ...... dia kembali melanjutkan menangkap ikan tanpa satupun ada panitia yang bisa mencegahnya.

Berikutnya adalah lomba menangkap belut untuk ibu-ibu. Istriku yang semula hanya berniat mengantar anak-anak ikut lomba terpaksa harus berpartisipasi karena panitia mendesaknya untuk ikut lomba tersebut.
Priiiitttt !!!! waktu dimulainya perlombaan telah dibunyikan, tangan istriku bergerak cepat...sat..set...persis gerakan tangan Katara saat memperagakan jurus pengendali air dalam cerita Avatar. Satu..dua..tiga...dan saat waktu lomba dihentikan aku lihat botol aquanya telah banyak terisi belut hasil tangkapannya. Gawat pikirku, kalo ada intel polisi yang ikut menonton jalannya lomba bisa-bisa istriku dicurigai tukang copet karena kelihaiannya menangkap belut yang licin, apalagi kami pindahan dari Palembang, daerah yang juga pengekspor copet ke Jabodetabek selain Medan. Saat pengumunan hasil tangkapan belut terbanyak diumumkan, ternyata istriku adalah penangkap belut terbanyak. Tidak kurang dari 13 belut yang berhasil ditangkapnya dalam waktu satu menit.

Pertandingan terakhir adalah tarik tambang untuk bapak-bapak. Untuk yang satu ini sudah pasti aku tidak pernah absen. Sejak ikut pertandingan tarik tambang 10 tahun yang lalu, teamku selalu menjadi juara satu. Bukan karena aku saja yang kuat, tetapi biasanya untuk urusan pertandingan tarik tambang yang kuat akan selalu akan mencari kawan yang juga kuat. Yang kuat sudah pasti tidak mau gabung dengan yang tidak kuat atau yang badannya kecil. Disamping akan membuat capek karena harus nyumbang tenaga yang kebih besar, bila kalah juga akan malu karena penonton biasanya akan bilang “wah, percuma punya badan besar toh masih juga kalah....”

Satu...dua...tiga... Wasit segera melepaskan injakannya dari tengah tambang yang diberi pita merah. Aku dan team segera mengeluarkan sentakan tenaga yang besar supaya lawan segera tertarik. Tapi ternyata tidak segera membuahkan hasil karena komposisi tubuh penarik tambang dari kedua team hampir sama. Walah... tenagaku mulai terkuras ...hggghh..hggghh...sekuat tenaga aku menarik tambang tersebut agar bisa ditarik. Beberapa saat kemudian mulai membuahkan hasil, pita tersebut mulai bergerak mendekat kearah kami...hhggggghhhh....dan berhasil...babak pertama bisa kami menangkan.

Babak kedua kami berganti tempat. Team lawan yang sudah kelelahan menjadi keuntungan buat kami karena team kami masih terlihat segar. Begitu wasit menyatakan tambang sudah boleh di tarik, team kami tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama. Seluruh tenaga kami keluarkan supaya pertandingan cepat selesai. Rahangku mengeras, otot-otot tendonku berkontraksi hebat , tenagaku rasanya sudah sampai di kepala...dan alhamdulillah, team kami menang.

Pembagian hadiah bagi para pemenang segera dimulai. Anak-anak yang menjadi juara lomba sangat senang karena akan menerima hadiah tersebut. Ada beberapa anak yang menjadi juara dalam beberapa lomba dan akan mendapatkan hadiah dari setiap lomba yang dimenangkannya. Mereka yang menjadi juara di multi cabang ini akan membawa hadiah yang banyak. Wah, wajah mereka terlihat sangat gembira. Anak pertamaku sedikit kecewa karena dari 3 lomba yang diikutinya tidak satupun yang berhasil dimenangkannya. Satu-satunya yang membuatnya tetap gembira adalah karena ibu-bapaknya sama-sama menjadi juara pertama untuk lomba menangkap belut dan pertandingan tarik tambang.

Ketika istriku dipanggil ke atas panggung dan menerima hadiah, dia terlihat sangat senang karena hadiahnya sangat bagus, satu set tea cup yang cantik. Wah, kebetulan sekali karena saat ini kami baru punya satu set tea cup saja, padahal kadang kala kami harus menerima tamu yang jumlahnya lebih dari enam orang. Lumayan katanya, ternyata hanya membutuhkan waktu satu menit saja untuk mendapatkan satu set tea cup. Alhamdulillah....

Ketika aku dipanggil untuk naik ke atas panggung dan menerima hadiah atas pertandingan yang lumayan membuat tenagaku habis , aku sangat terkejut... ternyata hadiahnya hanya satu tea cup saja...ya hanya satu tea cup dan bukan satu set seperti hadiah yang diterima istriku.

Aku tidak menyalahkan panitia karena ini hanyalah hiburan untuk mengisi perayaan 17-an, dan juga bagiku apa yang aku dapatkan adalah rezeki dari Allah. Lalu kalau begitu Allah tidak adil dong karena istriku tidak perlu bercapek-capek dan mengeluarkan tenaga yang besar untuk bisa mendapatkan satu set tea cup, sedangkan aku harus mengeluarkan tenaga yang besar dan keringat hanya untuk mendapatkan satu tea cup saja.

Hahaha...tapi justru itulah kemuliaan dan keadilan ALLAH terhadap kita. Hanya kita saja yang seringkali melihat keadilan ALLAH dan membandingkannya dengan keadilan menurut manusia. Keadilan yang sulit untuk dicerna bagi mereka yang hanya melihat dari sisi bendanya saja. Aku jadi ngeri bila membayangkan bahwa bila yang capek, yang selalu bekerja keras, yang rajin belajar, yang punya modal kuat, yang punya kekuatan dan yang pintar adalah mereka yang pasti akan “berhasil” dalam hidupnya, terutama secara financial. Sehingga kalau ini terjadi maka hak ALLAH akan hilang, hak untuk memberikan rezeki kepada siapapun yang dikehendakiNYA.
Sehingga dengan demikian orang-orang tidak perlu lagi beribadah dan selalu memohon kepadaNYA agar diberi rezeki...pokoknya belajar saja yang rajin supaya jadi pintar, siapkan modal, kerja keras dan lain sebagainya saja supaya pasti bisa jadi kaya (yang belum tentu masuk Syurga). Terus bagaimana nasib yang kurang pintar, terbatas kemampuan fisiknya sehingga tidak bisa kerja keras, yang tidak punya modal, yang tidak punya kekuatan dan yang sekolahnya bandel kayak aku dulu?

Alhamdulillah, ALLAH memang zat yang maha adil. Yang diberi rezeki harta yang banyak bukan saja mereka yang pintar, yang rajin, yang punya modal banyak, yang kuat dan yang lain sebagainya. Tetapi ALLAH akan memberikan rezeki kepada siapa saja yang dikehendakinya, bahkan kepada yang tidak mempercayaiNYA pun tetap ALLAH akan memberikan. Bukankah dalam Al Quran-pun sudah dijelaskan bahwa “ ALLAH akan memberikan rezeki kepada siapa saja yang dikehendakiNYA” dan juga “ dari arah yang tidak disangka-sangka”.


Kini kupandang lagi tea cup yang kuperoleh dengan susah payah dan mengeluarkan tenaga besar tadi sambil kembali berucap “ Alhamdulillah ya ALLAH, tea cup ini adalah sebuah pertanda bahwa ENGKAU masih tetap memberikan rezeki kepadaku disamping rezeki lain yang telah juga kuterima hari ini. Sungguh ENGKAU maha berkehendak terhadap umatMU, maka ampuni segala dosa-dosa dan buruk prasangkaku terhadapMU.


Bogor, 17 Agustus 2009.
Kepada semua kawan-kawan, saya mengucapkan mohon maaf lahir dan batin atas segala kesalahan yang telah saya perbuat dan mengucapkan selamat menjalankan ibadah puasa bagi kawan-kawan yang muslim.