Kemarin pagi aku diminta istriku untuk mendokumentasikan perlombaan dan pertandingan yang akan diadakan disekolah anak laki-laki bungsuku, Rafif. Sebenarnya aku malas melakukannya karena hari itu aku akan pergi ke kantor di Jakarta untuk mengikuti meeting mingguan yang sering kami sebut Majelis Selasa-an. Namun istriku sedikit memaksa, karena kebetulan kamera poket yang kuberikan sedikit bermasalah.
Rafif bersekolah di TK. Islam Ibnu Hajar yang terletak di jalan Padjajaran-Bogor. Selain berkonsep islami, TK ini juga separoh bernuansa alam. Halaman sekolahnya ditanami pohon-pohon yang masing-masing di beri nama supaya anak-anak tahu itu pohon apa. Disamping pohon yang sengaja ditanam, ada juga pohon yang mungkin sebelum sekolah ini berdiri sudah tumbuh lebih dahulu, misalnya dua pohon beringin, satu pohon salam dan beberapa pohon cemara. Pohon-pohon ini menjulang besar dan kokoh, memayungi halaman bermain anak-anak yang terletak di depan kelas mereka sehingga menciptakan suasana teduh dan sejuk.
Jam 7.15 aku berangkat dari rumah bersama Rafif untuk menuju sekolahnya, dan seperti biasa setiap aku libur dia selalu minta diantar dengan sepeda motor. Jarak rumahku ke sekolahnya lumayan jauh, sekitar 7 kilo meter-an dan butuh waktu 15 menit sampai ke sana. Istriku menyusul kami dari belakang, dia mengandarai mobil karena nantinya aku akan pulang lebih awal sebelum perlombaan dan pertandingan tersebut usai karena harus hadir di kantor sebelum jam 1 siang ini.
Jam 8.30 perlombaan dan pertandingan di mulai setelah sebelumnya anak-anak belajar di kelas selama 1 jam. Mereka berhamburan keluar kelas sambil tertawa senang dan berlari-lari menuju rak sepatu. Rafifpun demikian, dia kelihatan sangat bersemangat dan gembira karena tidak harus duduk di dalam kelas untuk belajar. Anakku memang tidak begitu suka duduk berlama-lama untuk mendengarkan gurunya mengajarkan doa dan bernyanyi, satu-dua pelajaran yang dia suka adalah bila harus memperagakan gerakan seekor kucing atau belajar menggambar mobil.
Perlombaan pertama adalah lomba makan kerupuk. Sepuluh atau dua belas kerupuk digantung dengan tali rafia diantara 2 pohon cemara. Kerupuk-kerupuk itu menjuntai-juntai melayang ditiup angin. Anak-anak yang mengikuti lomba ini telah dibariskan mengikuti jajaran kerupuk yang bergantungan tersebut, masing-masing menghadapi satu kerupuk.
Babak pertama diikuti oleh anak laki-laki. Rafif tidak ketinggalan untuk ikut dalam perlombaan ini. Tadi, sebelum perlombaan dimulai dia telah meminta dua kerupuk kepada ibu gurunya. Bukan untuk latihan tetapi dia memang sangat doyan makan kerupuk, apalagi kerupuk Palembang buatan Suwandi. Dan satu kerupuk sudah tentu tidaklah cukup untuk memuaskan hasratnya, begitu habis dia langsung meminta tambahan satu lagi.
Mulaiiiii !!!! ibu guru memberikan aba-aba kepada pada anak-anak untuk segera berlomba menghabiskan kerupuk yang bergantungan. Bungsuku itu dengan cepat melahap kerupuk yang berada di depannya. Saat kerupuk milik kawannya baru habis seperempat, kerupuknya sudah tinggal setengah. Rafif pasti menang pikirku. Tidak sia-sia setiap hari dia makan kerupuk.
Ternyata sisa kerupuk yang setengah tersebut tidak bisa lagi dijangkau dengan mulutnya karena terlalu tinggi, apalagi selalu melayang ditiup angin. Sudah kelihatan dia mulai capek dan frustasi karena kerupuk tesebut selalu menghindar dari gigitannya. Dan haap !! Kerupuk tersebut diraihnya dengan tangan dan disentakkannya. Dapat ! Rafif melanjutkan perlombaan dengan memakan kerupuk yang berada digenggaman tangan kanannya. Habiissss ...teriaknya kuat. Dan sudah pasti walaupun dia yang pertama menghabiskan kerupuk, ibu guru mendiskualifikasi kemenangannya.
Babak kedua perlombaan ini diikuti oleh anak-anak putri. Mereka kelihatan tidak sebegitu semangat para anak laki-laki tadi. Mungkin mereka tidak begitu doyan makan kerupuk dan mengharapkan kalau yang dilombakan ini adalah makan sosis saja atau makan coklat.
Saat ibu guru selesai memberi aba-aba, para murid putri ini segera memulai menggigit kerupuk yang berada di depan mereka masing-masing. Perlombaan berjalan lamban, tidak seramai lomba anak laki-laki. Ada yang baru satu gigitan sudah meninggalkan arena, dan malahan ada yang tidak mau menggigit kerupuknya sama sekali dan hanya berdiri memperhatikan kawan-kawannya bersusah payah menuntaskan perlombaan.
Diantara sepuluh atau dua belas peserta ini aku sempat melihat dua orang peserta yang saling membantu untuk memegangkan kerupuk kawannya supaya tidak lari saat hendak digigit. Mereka saling membantu dan tertawa lucu. Sama sekali tidak nampak suasa kompetisi diantaranya padahal mereka sama-sama sedang mengikuti lomba untuk memperebutkan predikat pemenang.
Aku tersenyum geli dan langsung teringat dengan proses pemilihan Presiden yang baru saja selesai kita lakukan bulan yang lalu, tersenyum geli saat melihat sikap para Capres dan Cawapres yang dinyatakan kalah pada keputusan MK kemarin. Sikap salah satu calon Capres yang belum juga mau mengakui kekalahannya, apalagi memberi ucapan selamat kepada pemenang – Presiden terpilih.
Jika memberi ucapan selamat saja yang mudah untuk dilakukan tidak juga dilaksanakan, apalagi keinginan untuk membantu Presiden terpilih memajukan bangsa ini. Menyumbang gagasan dan pikiran yang dikeluarkannya selama masa berkampanye, memberikan ide-ide hebatnya kepada pemenang untuk bisa diimplementasikan walaupun dia sendiri tidak terpilih menjadi Presiden bangsa ini. Supaya bangsa dan negara ini maju, supaya anak-anak bangsa lebih bangga bisa bekerja membangun negaranya sendiri dari pada bekerja di negara tetangga yang justru sering melecehkan dengan kita sadari. Terus terang rasa keras kepala saya belum bisa terima bagaimana mungkin ada anak bangsa yang bisa berbangga kerja di negara yang melecehkan bangsanya sendiri demi mengejar materi yang mungkin bisa didapatkan lebih banyak. Bagi saya negara dan bangsa tidak ubahnya adalah seorang bapak, maka bila bapak saya dihina tetangga, pasti saya akan marah dan membela, dan sangat tidak mungkin saya mau bekerja dengan tetangga sialan tersebut. Entahlah !
Di berita tadi pagipun, sang Capres yang kalah tersebut belum juga mau memberikan ucapan selamat, entah apalagi yang ditunggunya. Bukankah ucapan selamat yang diberikan malah akan membuatnya semakin terhormat. Apakah hanya karena merasa dicurangi saat berlangsungnya proses pemilihan umum ?
Terlepas dari alasan-alasan yang ada, dibutuhkan jiwa besar jika ingin menjadi pemimpin yang besar. Tidak pernah ada pemimimpin besar yang memiliki jiwa kecil. Betapa beratnya perjuangan nabi Muhammad SAW dalam menegakkan Islam karena ada phase yang mengharuskan terjadinya peperangan yang sangat dahsyat dan mengharuskan beliau kehilangan orang-orang yang sangat dicintainya. Paman beliau, Syaidina Hamzah harus wafat dalam perang Uhud karena di tombak oleh seorang budak dari belakang dan kemudian mayatnya dirusak oleh Hindun, istri Abu Sofyan yang bahkan mengunyah-ngunyah hati Syaidina Hamzah untuk membalaskan dendam atas kematian ayahnya dalam perang Badar.
Namun adakah Nabi Muhammad memiliki dendam? Ternyata tidak! Bahkan beliau selalu menasehati para sahabat bahwa perang yang dilakukan adalah semata-mata karena Allah, untuk menegakkan agama Allah dan bukan perang untuk membalas dendam atas kematian orang yang dicintai. Nabi sangat melarang para sahabat yang akan berangkat ke medan perang karena rasa dendam, beliau selalu menyampaikan bahwa syahid itu hanya karena menegakkan agama Allah semata. Sehingga terhadap anak-anak dan wanita musuh, beliau tidak membenarkan untuk membunuhnya, juga kepada musuh yang telah menyerah.
Kepada yang beragama lainpun beliau memberikan perlindungan karena Islam adalah agama yang membawa perdamaian, bukan agama yang ditegakkan dengan pedang dan kekerasan. Beliau mengizinkan terjadinya perdagangan yang saling menguntungkan dan melakukan kerja sama selagi tidak mencampur adukkannya dengan masalah Tauhid. Bukankah dalam surat Al Kafirun ayat 6 di tegaskan bahwa “ Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku”.
Lalu kenapa yang banyak terjadi di republik ini adalah saling caci maki dan merasa benar sendiri? Saling merasa pintar padahal belum pernah ada buktinya. Senang menghabiskan waktu untuk berdebat daripada mewujudkan sesuatu yang berguna untuk bangsa dan negara ini. Bukankah menurut Mario Teguh tidak ada yang seratus persen benar dan tidak ada juga yang seratus persen salah. Sehingga kenapa tidak menyatukan yang benarnya saja dan meninggalkan yang salahnya. Bukankah yang demikian jauh lebih bermanfaat ? Kenapa tidak saling membantu untuk sebuah keinginan yang besar dan baik padahal Al Quran telah menjelaskannya dalam surat Al-maidah ayat 2 yang berbunyi “Saling bertolong-tolonganlah dalam kebaikan (dalam mengerjakan yang dititahkan) dan ketakwaan (dengan meninggalkan apa-apa yang dilarang) dan janganlah kamu bertolong-tolongan dalam berbuat dosa (atau maksiat) dan pelanggaran (artinya melampaui batas-batas ajaran Allah)”
Kedua peserta lomba makan kerupuk telah menghabiskan kerupuknya dengan tetap sambil tertawa riang. Menang kelihatannya bukanlah tujuan akhir mereka, mereka hanya ingin saling membantu supaya bisa menghabiskan kerupuk-kerupuk tersebut. Membantu mewujudkan tujuan mereka berdiri diantara dua pohon cemara,.....memakan kerupuk sampai habis.
Bogor, 18 Agustus 2009
No comments:
Post a Comment